Gara-gara KOmpasiana

Lama saya gak login ke blogger, yah, bukannya saya melupakan blog yang sudah menemaniku bertahun-tahun. tapi bolehlah, sejenak saya selingkuh. what??? SELINGKUH?!!

iah. selingkuh dari blogger.com. sejak saya mengenal KOMPASIANA, sepertinya saya jatuh hati padanya, sehingga saya putuskan membuka lapak disana. Buat teman-teman yang ingin mengunjungi lapak saya bisa buka DISINI. Entah mengapa, saya merasa bosan berkutat di blog personal ini. Saya termasuk orang yang ketat mengawasi page rank, sebisa mungkin jangan sampai anjlok, setiap hari setiap minggu page rank blog ini harus selalu meningkat. Tetapi. Tetapi setelah aku buka lapak di kompasiana, kulupakan itu semua, bahkan mungkin komunitasku, PBC, Purbalingga Blogger Community, sepertinya sedang mati suri. 

Entah mengapa, mungkin karena pertama kali, saya mengenal sebuah blog keroyokan. Apalagi kompasiana selalu di keroyok orang-orang keren sekelas Prayitno Ramelan, mantan petinggi militer, ahli strategi dan intelijen, dan sekarang menjadi pengamat, penulis, dan blogger. Ada juga Mariska Lubis, seorang seksiolog, penulis buku juga. Blog keroyokan yang dikomandoi oleh Pepih Nugraha ini seperti kompas punya blogger. sebuah media informasi yang menantang media-media arus utama, ditulis tidak hanya berdasarkan etika journalisme dan sajian fakta, tetapi juga opini-opini kreatif yang cenderung GILA dalam memaknai sebuah fakta.

Karena inilah mungkin saya tergila-gila dengannya.

Read For Full. . .

M untuk Malaysia


Aku masih ingat masa-masa kecil dulu, dimana dunia terlalu polos untuk saling berkompetisi satu sama lain. Tapi percaya atau tidak, aku mempunyai seorang rival. Sekaligus seorang sahabat, teman, dan tetangga dekat. Seorang sahabat, karena aku dan dia memiliki kemampuan yang seimbang. Kadang dia di atas, dan tak jarang aku yang diatas.
Seorang teman, selain kemampuan yang seimbang, aku dan dia memiliki obsesi yang sama, visi misi, dan cara berpikir yang sama dalam memandang suatu hal. Bukan aku protagonis dan bukan pula dia antagonisnya. Tetapi aku dan dia memainkan kedua peran itu satu sama lain. Seorang tetangga, karena rumahku dan rumahnya memang berdekatan, aku dan dia pun sering bermain bersama.
Seorang rival, aku dan dia selalu berusaha mencapai obsesi yang sama. Ranking di kelas, pujian wanita, banyaknya teman bermain, banyaknya teman yang mau menyontek PR, banyaknya teman yang mau membantu, dan masih banyak hal remeh lain yang saat itu aku anggap sebuah prestasi hidup. Mungkin masih kecil, tetapi hawa persaingan begitu kental, bahkan tak jarang terjadi diantara orang tua.
Sejak itu kusadari, hidup tanpa persaingan tidak akan membuat kita menjadi maju dan lebih baik. Persaingan memang tidak selamanya sehat dan bersih, kadang cara-cara kotor pun dilakukan. Saat masih kecil, dia selalu lebih unggul dalam prestasi sekolah baik karena dia lebih rajin (bukan lebih cerdas) ataupun karena orang tua nya berpengaruh di sekolah dasar dulu.
Tetapi dunia pun berputar, saat memasuki sekolah menengah pertama, aku pun jauh unggul diatas rivalku itu. Walaupun satu sekolah, dia sama sekali jauh dari obsesi masa kecil dulu. Tetapi yang bikin aku surprised adalah bagaimana dia menempatkan diri, memasang strategi demi keuntungan sendiri.
Dengan posisi aku yang jauh melampauinya, dia pun tidak lagi menempatkan aku sebagai rival. Dulu saat dia menjadi sahabat anaknya pak camat, selalu tidak mau kalo aku ikut nimbrung bermain, tetapi kini, dia tak segan-segan menjadi (bisa dibilang) bawahan.
Seorang rival memang seorang tetangga, jika jauh tidak mungkin dijadikan rival. Baik karena tidak ada persaingan ataupun karena perbedaan obsesi. Hal ini, aku lihat juga dalam kehidupan berbangsa. Indonesia yang dikatakan serumpun dengan Malaysia memang berdekatan baik secara letak maupun obsesi.
Indonesia dan Malaysia aku katakan sebagai rival. Baik dari sisi kepentingan maupun kemampuan tidak jauh beda. Selanjutnya tinggal bagaimana kita memasang strategi agar bisa selalu menang dari Malaysia.
Jika aku seorang Malaysia, akan melihat Indonesia sebagai rival yang sangat membahayakan. Dilihat dari segi historis, kita merupakan bangsa yang agresif. Mulai dari zaman majapahit, Trikora dan Dwikora, sampai masa tim-tim. Aku seorang Malaysia akan memandang jika Indonesia kuat, maka akan menjadi ancaman yang menakutkan. Tak ada jaminan jika zaman majapahit tidak kembali terulang. Namun sebaliknya, jika Indonesia hancur dalam kekacauan, Malaysia sebagai tetangga juga akan kerepotan. Ribuan pengungsi akan membanjiri Malaysia, lebih banyak dari jumlah TKI dan TKW yang ada di sana sekarang.
Jika aku seorang Malaysia tidak akan menyerang Indonesia secara langsung, karena itu akan menyusahkan diri sendiri. Tetapi juga tidak akan membiarkan begitu saja Indonesia menjadi bangsa yang maju dan kuat.
Aku seorang Malaysia akan mencari teman dan sekutu Internasional. Mencoba menghambat Indonesia menjadi maju dan kuat, tanpa menghancurkannya. Dan jika pun Indonesia menjadi lebih maju daripada Malaysia, sekutu Internasional dapat membantu Malaysia agar terhindar dari agresi Indonesia.
Bayangkan saja, Kalau Indonesia sekarang menggempur Malaysia akan dibantu oleh negara-negara commonwealth-nya, Australia, Singapura, Inggris, dan lain-lain, bahkan mungkin Amerika Serikat. Lalu bagaimana dengan kita? Indonesia seperti tak punya teman, kita akan berjuang sendiri melawan dunia.
Kasus Sipadan-Ligitan merupakan salah satu bukti bagaimana Malaysia membawa kasus itu ke ranah Internasional hingga Indonesia akhirnya dipermalukan. Kasus Ambalat pun sengaja digiring kembali ke tingkat Internasional. TNI AL dibuat geram melihat manuver kapal-kapal perang Malaysia membelah lautan, sementara kapal perang kita hanya melihat dan memperhatikan karena kalah kecepatan. Kapal Indonesia tidak berani menembak terlebih dahulu, karena jika itu terjadi Malaysia akan mengumumkan ke seluruh dunia kalau Indonesia yang memulai perang.
Malaysia sebagai tetangga begitu jelas menempatkan kita sebagai rival terberatnya, terlihat bagaimana mereka seringkali membuat geram kita baik kasus Tari Pendhet, atau pun yang lainnya. Malaysia memelihara pasukan besar di perbatasan. Dua dari empat divisi daratnya, yang masing-masing terdiri dari dua brigade, ditempatkan disekitar teluk malaya, sementara divisi ketiga bertugas mempertahankan kalimantan utara. Hanya divisi ke-empat yang mempertahankan wilayah sekitar Brunei.
Lalu, sekarang yang menjadi pertanyaan, bagaimana Indonesia memandang Malaysia? Sebagai rivalkah, atau sebagai sesuatu yang selalu membayangi kita dan kita tak dapat melakukan apa-apa. Pilihan ini tergantung kita sendiri.

Read For Full. . .

Entrepreneur dan Akuntansi


Masa sih kalau mau jadi entrepreneur itu harus mengerti laporan keuangan?? Kalau menurutku sih mau jadi entrepreneur gak perlu paham apa yang namanya laporan keuangan. Entrepreneur yang berhasil adalah mereka-mereka yang dapat menerapkan disiplin akuntansi dalam menjalankan usahanya.
Nah, apa pula itu disiplin akuntansi? Untuk memahami yang namanya disiplin akuntansi harus mengerti dulu apa itu akuntansi. Jadi,, akuntansi bisa pula dikatakan sebagai catatan sejarah. sejarah disini tentu saja sejarah transaksi keuangan. akuntansi selalu bersifat objektif walaupun tak selamanya objektif.
Layaknya taksonomi yang mengklasifikasikan makhluk hidup kedalam berbagai genus, famili, dan spesies, akuntansi juga mengklasifikasikan transaksi-transaksi keuangan. klasifikasi ini tidak sebatas membedakan mana pendapatan dan mana beban. tetapi lebih jauh lagi, beban dari aktifitas apa dan pendapatan dari aktifitas apa. inilah inti dari disiplin akuntansi.
Entrepreneur harus disiplin dalam melaksanakan hal ini. Sebagai contoh, entrepreneur yang sukses akan memisahkan keuangan pribadi dengan keuangan usahanya. Jika ia memmbuka warung bakso, maka entrepreneur akan memisahkan uang yang dia gunakan untuk keperluan dia sehari-hari dengan uang yang digunakannya dalam membuka warung bakso. Begitu pula jika ia mempunyai warung bakso dan penggilingan padi, maka ia akan memisahkan uang nya menjadi tiga. pertama untuk keperluan sehari-hari, kedua untuk warung bakso, dan ketiga untuk penggilingan padi.
sebenarnya untuk apa susah-susah memisahkan uang sedemikian rupa, toh semuanya untuk memenuhi keperluan kita. Nah, disinilah kemudian akuntansi berkembang menjadi seperti sekarang ini, so complicated. dengan pemisahan ini kita akan mengetahui seberapa besar keuntungan yang kita peroleh, lalu selanjutnya kita dapat merencanakan untuk apa keuntungan tersebut. yang pertama mungkin untuk melunasi utang-utang saat kita membuka warung bakso atau penggilingan padi, lalu untuk pengembangan usaha, baru sisanya untuk keperluan sehari-hari kita.
Nah, jadi tak perlu memahami laporan keuangan untuk menjadi entrepreneur yang sukses. karena laporan keuangan dan akuntansi itu sendiri hanya sebuah cara untuk memudahkan entrepreneur mengambil keputusan. yang lebih penting adalah bagaimana kita berdisiplin dalam memutuskan sesuatu.

sampai jumpa lagi lain waktu dengan saya.

Read For Full. . .

Batu Bata


Dalam menjalani hidup, manusia pasti selalu dihadang masalah. Bukan kamu, tapi juga aku. Karena kalau dipikir apa sih itu hidup? Hidup ya menyelesaikan masalah itu sendiri, jadi kalau tak ada masalah secara otomatis tak ada hidup. Lalu, dengan begitu manusia tak akan menang dong?! Manusia hidup pasti selalu mengahadapi masalah, dan kalau masalah sudah tak ada berarti bukan lagi hidup namanya mati.
Sebenarnya hidup bukanlah soal menang kalah. Tetapi lebih kepada pilihan. Pilihan untuk tetap bertahan hidup atau mati. Sesimpel itu. Saat manusia tak menginginkan masalah, maka dia pasti menginginkan mati. Tapi mati pun ternyata tidak lepas dari masalah. Maka bertahan hidup lah yang menurutku pilihan terbaik. Kita tetap stay on menghadapi masalah yang datang satu per satu, silih berganti ataupun menyerbu berbarengan. Tak jadi soal. Karena setiap pilihan ada konsekuensinya. Saat memilih berhenti menghadapi masalah (mati) pun akan mengalami apa yang dinamakan masalah itu sendiri, karena mati masih misteri.
Aku sangat apresiate terhadap orang-orang yang masih mau berjuang untuk bertahan hidup. Orang-orang yang dengan tetap teguh mempertahankan pilihannya dengan menerima berbagai resikonya. Sebenarnya kita semua bisa menjadi orang-orang yang teguh dalam jalan perjuangannya. Semua ini sudah menjadi hukum alam. Alam lah yang berkuasa.
Seperti layaknya sebuah batu bata. Bahan baku batu bata adalah tanah liat. Tanah liat ini akan dicetak lalu di bakar dalam tungku yang sangat panas sebelum menjadi batu bata. Seperti itu pula manusia. Harus dicetak dengan pendidikan dan di bakar dengan pengalaman. Semakin panas api pengalaman membakar, akan semakin bagus pula manusia yang nantinya tercipta.
Batu bata tidak akan mudah terbakar karena dalam proses pembuatannya telah di bakar oleh api yang lebih panas. Begitu pula manusia, semakin pahit pengalaman yang dilaluinya, maka akan semakin kuat manusia itu sendiri. Pengalaman pahit bukan berarti selalu pengalaman yang menyakitkan. Pahit disini adalah sesuatu yang belum pernah dirasakan, karena pada dasarnya manusia tidak menyukai halbaru sehingga selalu mengatakan itu adalah buruk. Jadi semakin bervariasi pengalaman seseorang, bisa diibaratkan sebagai tungku api yang sangat panas dalam pembakaran batu bata.
Jadi kawan, janganlah lekas putus asa saat mengalami masalah yang kau pandang berat. Sebenarnya bukanlah berat, tetapi engkau saja yang belum pernah mengalaminya. Saat kau telah mengambil sebuah keputusan, berusahalah juga menerima resikonya karena tak ada pilihan tanpa resiko. Dan jika pada akhirnya kau berbuat salah, akuilah. Toh sebenarnya tak ada salah benar, hanyalah persepsi orang saja mengatakan salah benar. Lalu kembali memilih jalan sesukamu dengan menerima resikonya juga.
Dengan begitu, manusia akan menjadi selayaknya batu bata kelas satu. Tapi perlu diingat, batu bata tidak akan bermanfaat kalau belum menjadi sebuah rumah.

Read For Full. . .

Comersial Box